TeknoLaNesia
Jakarta - Mabes Polri merilis kerugian dari aktivitas kejahatan perbankan menyasar sistem pembayaran di Indonesia. Kerugian mencapai angka Rp 33 miliar selama periode 2012-2015.
"Periode 2012-2015 akumulasi Rp 33 miliar, pelakunya 497 orang," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Mabes Polri (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Victor Simanjuntak saat acara seminar pencegahan kejahatan dunia maya di BI, Jakarta, Selasa (28/4/2015).
Victor telah mengidentifikasi 4 modus kejahatan di sistem pembayaran melalui praktik-praktik cyber crime.
Modus pertama ialah skimming, metode ini dilakukan dengan jalan mencuri data nasabah. Para pelaku kejahatan umumnya memasang alat perekam untuk mendapatkan data nasabah pada mesin EDC dan ATM.
"Skimming (pengambilan data) itu bahwa para pelaku itu memasukan router ke ATM atau EDC, lalu hasil koordinasi dengan ahli itu bisa pakai remote. Jadi nggak perlu buka router. Dia ambil pakai remote, dia olah, lalu disuntikan ke kartu atm," jelasnya.
Modus kedua memasang malware, para pelaku memasukkan software atau kode yang sengaja diciptakan untuk tujuan jahat.
"Diedarkan ke PC para nasabah, ini apakah bisa disebut malware (perangkat lunak jahat). Kalau malware yang diubah sistem bank, tapi apakah membelokan, saya masuk tapi nggak sempet masuk menghadapi sistem bank," ujarnya.
Modus ketiga yang terungkap ialah pada belanja online. Para pelaku memanfaatkan memanfaatkan modus situs belanja online untuk penipuan.
Modus keempat adalah memanfaatkan email.
"Email itu misalnya email mas saya tahu, saya cari password kemudian menghubungi rekanan tersebut. Kalau ada transaksi saya belokan. Bahwa rekening yang saya ini ada bermasalah untuk transaksi, kirim rekening ini," katanya.
Victor menjelaskan modus kejahatan tertinggi masih tercatat pada skema skimming.
"Yang berlanjut skimming sudah mulai tahun 2000 kita ketahui, sampai sekarang muncul lagi makin bagus polanya," tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar